BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kita ketahui bahwa rahasia
kehidupan yang menjadi teka-teki saat ini. Terutama dari mana asal makhluk
hidup yang ada sekarang ini. Untuk menjawab pertanyaan itu sudah ada beberapa
orang yang melakukan penelitian mulai zaman sebelum masehi hingga saat ini.
Asal mula kehidupan pada awalnya
dikatakan berasal pada makhluk yang tak hidup, atau dapat dikatakan bahwa
makhluk hidup ada di dunia secara spontan yang berasal dari makhluk yang tak
hidup, seperti daging yang membusuk. Hal ini diungkapkan pertama kali oleh
Aristoteles, dan dipercaya hingga beratus-beratus tahun kemudian.
Aristoteles beranggapan bahwa
makhluk hidup sebetulnya berasal dari makhluk tak hidup, karena dia melihat
semut itu selalu keluar dari tanah sehingga beranggapan bahwa semut itu berasal
dari tanah.
Hingga beratus-beratus tahun
kemudian muncullah beberapa ilmuwan yang berusaha mematahkan teori abiogenesis
yang dilontarkan oleh aristoteles yang masih bertahan pada saat itu. Diantara
ilmuwan tersebut, yakn Fransisco Redi (Italia, 1626-1697 ), LAzzaro Spallanzani
(Italia, 1972-1799) dan Louis Pasteur( Prancis, 1822-1895).
Salah satu Ilmuwan yang bernama
Lazzaro Spallanzani melakukan percobaan dengan menggunakan kuah kaldu, dimana
ditempatkan disuatu wadah. Pada wadah itu ada yang terbuka, ada yang tertutup,
dan ada pula yang tertutup dan sudah di panasi. Lazzaro mengamatinya, dan
memperhatikan perubahan yang terjadi pada air kaldu tersebut.
Setelah beberapa hari, Lazzaro
memperhatikan perubahan yang terjadi pada kaldu, dimana yang tidak tertutup dan
yang tertutup tapi tidak dipanasi kaldunya berubah warna, sedang yang tertutup
tapi dipanasi tidak mengalami perubahan. Dari hal itu dia beranggapan bahwa
adanya mikroorganisme pada kaldu. Sehingga terjadi perubahan pada kaldu itu
kecuali pada kaldu yang telah dipanasi. Berdasarkan hal tersebut maka patahlah
teori abiogenesis yang telah bertahan selama ratusan tahun lamanya.
Untuk membuktikan kebenaran dari teori yang
dikemukakan oleh Lazarro Spallanzani maka dilakukanlah percobaan ini.
1.2 Rumusan masalah
a.
Bagaimana
pengaruh kontak udara terhadap ada tidaknya belatung pada daging?
b.
Bagaimana
pengaruh kontak udara tehadap ada tidaknya belatung pada kaldu ayam?
1.3
Tujuan
a. Untuk mengetahui pengaruh kontak
udara terhadap ada tidaknya belatung pada daging
b. Untuk mengetahui pengaruh kontak
udara tehadap ada tidaknya belatung pada kaldu ayam
1.4
Hipotesis
a. Ada pengaruh kontak udara tehadap
ada tidaknya belatung pada kaldu ayam
b. Ada pengaruh kontak udara tehadap
ada tidaknya belatung pada kaldu ayam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tantangan untuk menjelaskan asal
usul kehidupan merupakan sumber krisis terbesar yang dihadapi teori evolusi.
Alasannya, molekul-molekul organik sangat kompleks dan pembentukannya tidak mungkin
dapat diterangkan sebagai suatu kebetulan. Selain itu, telah terbukti bahwa sel
organik mustahil terbentuk secara kebetulan.
Evolusionis dihadapkan pada
pertanyaan tentang asal usul kehidupan pada perempat kedua abad ke-20. Pakar
terkemuka teori evolusi molekuler, evolusionis Rusia, Alexander I.
Opari“Sayangnya, asal usul sel masih menjadi pertanyaan, yang merupakan titik
tergelap dari teori evolusi yang utuh. “Kemunculan kehidupan di bumi adalah
masalah terbesar yang belum terpecahkan” ( Anonim, 2010).
Pertanyaan “dari manakah asal
kehidupan?”, telah dicoba dijawab dengan berbagai teori dan percobaan.
Diantaranya adalah percobaan Spallanzani yang meragukan kebenaran Abiogenesis /
Generatio spontanea dari Aristoteles (Tim pengajar, 2010).
Bagaiman makhluk hidup pertama lahir
masih merupakan misteri yang belum bisa di ungkap para ilmuan. Secara umum,
teori asal-usul kehidupan ada dua yaitu, abiogenesis ( makhluk hidup berasal
dari benda mati dan biogenesis ) makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Teori generatio spontanea pertama
kali dikemukakan oleh seorang bangsa yunani, yaitu Aristoteles ( 394 - 322
sebelum masehi ). Teorinya mengatakan bahwa makhluk hidup pertama penghuni bumi
ini adalah berasal dari benda mati. Timbulnya makhluk hidup pertama itu terjadi
secara spontan karena adanya daya hidup. Paham generatio spontanea bertahan
cukup lama yaitu sejak zaman yunani kuno, ( ratusan tahun sebelum masehi )
hingga pertengahan abad ke – 17. Pada abad ini paham generatio spontanea
seolah-olah diperkuat oleh Antonie Van Leeuweunhoek, seorang bangsa
Belanda. Dia menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk melihat
jentik-jentik ( makhluk hidup ) amat kecil pada setetes rendaman air jerami.
Hal inilah yang seolah-olah memperkuat paham abiogenesis (Bilbina, 1996).
Jika abiogenesis dan generatio
spontanea digabungkan maka pendapat paham tentang asal-usul kehidupan adalah
makhluk hidup yang pertama kali di bumi berasal dari benda mati/tak hidup yang
terjadinya secara spontan, misalnya : ikan dan katak berasal dari lumpur,
cacing berasal dari tanah dan belatung berasal dari daging yang membusuk.
Lazarro Spallanzani (1729-1799), dalam usahanya untuk membuktikan bahwa
konsepsi abiogenesis itu tidak benar, mendidihkan kaldu daging, yaitu satu
larutan nutrien dalam labu selama satu jam lalu wadah tersebut ditutupi
rapat-rapat. Maka tak ada jasad renik dalam labu tersebut. Tetapi hasil
percobaannya ini dikuatkan lagi dengan rangkaian Needham bahwa mikroba tidaklah
muncul karena generasi spontan. Needham bersikeras bahwa diperlukan udara untuk
generasi spontan mikroba dan bahwa udara itu dikeluarkan dari labu selagi
percobaan Spallanzani maka tak ada mikroba yang muncul. Perbedaan
pendapat ini dipecahkan 80 atau 90 tahun kemudian oleh dua peneliti
secara terpisah, yaitu Franz schulze (1815-1873) dan Theodor Schwann
(1810-1882). Schulze malalukan udara melewati larutan asam pekat ke dalam labu
berisi kaldu daging yang dididihkan, sedangkan Schwann melalukan udara melalui
tabung membara ke dalam labu berisi kaldu daging yang dididihkan. Maka di dalam
masing-masing labu itu tidak ada mikroba karena tertutuo oleh asam dan panas
yang luar biasa. Namun tetap saja hal ini belum meyakinkan mereka yang
menyokong konsep abiogenesis ( Pelczar, 2007 ).
Percobaan Francesco Redi, seorang
dokter berbangsa Itali, memperoleh hasil dari percobaannya. Ditunjukkannya
bahwa ulat yang berkembang dalam daging busuk adalah tinglkatan larva pada
lalat dan tidak akan terjadi jika daging disimpan disuatu tempat yang ditutup
dengan kain halus sehinggah lalat tidak dapat menaruh telurnya pada kasa. Dalam
percobaan seperti itu, Redi menghancurkan dongeng bahwa ulat secara spontan
berkembang biak dari daging. Karena itu, adanya penelitian mengenai
perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan setelah Leeuwenhoek menemukan dunia
mikroba menyebabkan paham generatio spontanea melemah. Sukarlah untuk
membuktikan bahwa mikroorganisme tidak dibangkitkan secara spontan dan pada
saat itu para penganut doktrin mulai kian memusatkan tuntutannya akan
pemunculan yang penuh rahasia oleh bentuk kehidupan yang paling sederhana ini
di dalam sari tumbuh-tumbuhan dan kaldu. Sehingga mereka yang tidak percaya
dengan paham abiogenesis mikroorganisme selalu mengalami kesukaran untuk
dapat membuktikan persoalan yang rumit ini. Sebenarnya, barulah pertengahan
abad ke sembilan belas terkumpul bukti-bukti negatif yang cukup banyak
yang akhirnya meninggalkan secara umum doktrin ini (Stanier, 1980).
Pada percobaan Louis Pasteur pada
tahun 1865 melakukan percobaan dengan labu yang berisi air kaldu yang di tutup
oleh suatu pipa yang melengkung seperti leher angsa dapat meyakinkan bahwa
tidak ada kehidupan yang dapat timbul dari benda mati. Maka disimpulkannya
pendapat itu dengan ucapan Omne vivum ex ovo, Omne ovom ex vivo.
Pendapat pasteur di dukung oleh Jhon Tyndall yang menemukan suatu metode yang
disebut : Tyndallisasi untuk mensterilkan media yang mengandung bakteri
tahan panas yang tidak dapat dimatikan dengan perebusan.
Ternyata bakteri yang tahan panas
pembentuk spora. Dengan demikian runtuhlah pandangan yang menganggap bahwa
mikroba dapat terjadi dari benda mati dan muncullah pahan biogenesis yang
mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari mahkul hidup sebelumnya (Ristiati,
2000).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, di SMAN 2 Lumajang di ruang Biologi
A.
3.2 Alat dan Bahan
·
Percobaan
Fransisco Redi
1.
Alat
a.
Pisau
b.
Telnan
c.
3
Gelas aqua
d.
Kain
kasa
e.
Plastik
f.
Karet
2.
Bahan
a.
Daging
·
Percobaan
Lazarro Spallansani
1. Alat
a. 2 buah tabung reaksi
b. 1 buah rak tabung reaksi
c. plastisin
d. Panci
e. Kompor
f. Penjepit
g. Pipa lurus dan pipa U
2. Bahan
a. Kaldu ayam
b. Kasa
c. Korek api
3.3 Prosedur Kerja
·
Percobaan
Fransisco Redi
1. Memotong daging berbentuk dadu
2. Memasukkan daging yang telah
dipotong ke dalam gelas aqua A dalam keadaan terbuka
3. Memasukkan daging yang telah
dipotong ke dalam gelas aqua B dengan menutup bagian atasnya menggunakan kain
kasa
4. Memasukkan daging yang telah
dipotong ke dalam gelas aqua C dengan menutup bagian atasnya menggunakan plastik
5. Mencatat perubahan yang terjadi
selama 7 hari
·
Percobaan
Lazarro Spallansani
1.
Siapkan
alat dan bahan
2.
Menuangkan
kaldu ke dalam tabung reaksiyang sudah di saring
3.
Sterilisasi
pada alat yang akan digunakan bersamaan dengan merebus kaldu selama menit
4.
Setelah
7 menit alat dan kaldu ayam diangkat secara bersamaan
5.
Menuangkan
kaldu di tabung reaksi C dan membiarkan tabung terbuka
6.
Menuangkan
kaldu ayam ke dalam tabung D kemudian menutup tabung dengan plastisin
7.
Mengamati
tabung C dan D selama 7 hari
8.
Mencatat
hasil pengamatan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Percobaan
Fransisco Redi
Hasil Pengamatan Selama Tujuh Hari
|
Gelas A
|
Gelas B
|
Gelas C
|
Ada tidaknya lalat
|
Ada
|
Ada, di atas gelas
|
Ada, di bagian atas gelas
|
Ada tidaknya belatung
|
Ada
|
Ada, di atas permukaan yang ditutupi kain kasa
|
Pada daging tidak terdapat belatung
|
Bau
|
Sangat menyengat
|
Menyengat
|
Tidak begitu menyengat
|
Tekstur
|
Lembek dan berlendir
|
Lembek
|
Tidak begitu lembek dan tidak berlendir
|
Keterangan:
Gelas A: dalam keadaan terbuka
Gelas B: ditutup dengan kain kasa
Gelas C: ditutup dengan plastik
Analisis Data:
Ø Gelas A (terbuka)
Terdapat banyak lalat dan belatung,
hal itu disebabkan adanya kontak langsung
dengan udara. Seperti yang kita ketahui di udara terdapat banyak sekali
jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya pembusukan. Hal tersebut
terjadi pada gelas A dimana pada hari ketiga daging membusuk karena
mikroorganisme yang menempel di daging. Membusuknya daging menyebabkan
timbulnya bau yang tidak sedap sehingga banyak lalat yang hinggap pada daging.
Tidak hanya hinggap, lalat juga bertelur di atas daging. Seiring dengan siklus
hidup lalat yang cepat, telur tersebut setelah beberapa hari akan berubah jadi
belatung. Dari analisa di atas, dapat dikatakan bahwa belatung bukan berasal
dari daging, melainkan dari telur lalat yang menetas di atas daging.
Ø Gelas B (ditutup dengan kain kasa)
Pada gelas ini terdapat belatung dan
juga lalat. Hal ini terjadi karena meskipun ditutup dengan kain kasa, daging
tetap dapat melakukan kontak dengan udara yang di dalamnya terdapat
mikroorganisme pembusuk daging. Sehingga daging tetap membusuk dan berlendir.
Daging yang membusuk memicu timbulnya bau tidak sedap yang masih bisa keluar
dari celah-celah kasa. Sehingga
mengundang lalat untuk hinggap. Lalat yang hinggap tidak dapat melakukan kontak
langsung dengan daging karena terhalang oleh penutup kasa. Hal ini menyebabkan
lalat bertelur di atas kasa dan bentuk telur yang mikroskopis memungkinkan
telur lalat jatuh dan menempel pada daging melalu celah pada kasa. Akibatnya
terdapat belatung pada permukaan kasa serta pada daging. Namun bau tidak sedap
yang ada pada gelas B tidak seperti bau yang begitu menyengat seperti di gelas
A. begitu pula dengan banyak belatung. Dari uraian di atas membuktikan bahwa
belatung bukan berasal dari daging melainkan dari telur lalat yang hinggap.
Ø Gelas C (ditutup dengan plastik)
Pada gelas ini tidak terdapat lalat
dan belatung, hal ini dikarenakan tidak adanya kontak langsung dengan udara.
Sehingga tidak ada mikroorganisme dari luar yang dapat menempel pada daging.
Namun karena tidak dilakukan sterilisasi, daging tetap mengalami pembusukan
akibat adanya organisme yang mungkin ada pada daging sebelum daging ditutup
dengan rapat. Selain itu, tidak adanya lalat disebabkan oleh gelas yang ditutup
rapat dengan plastik sehingga bau busuk daging tidak bisa keluar. Akibat tidak
adanya lalat, maka tidak ada pula belatung pada gelas tersebut. Dari uraian di
atas membuktikan bahwa belatung bukan berasal dari daging melainkan dari telur
lalat yang hinggap.
4.2 Percobaan Lazarro Spallanzani
Rakitan
Ke-
|
Perlakuan
|
Klp.
|
Pengamatan
Hari ke-
|
|||
1
|
3
|
5
|
7
|
|||
A
|
Tanpa
sterilisasi dan dibiarkan terbuka
|
1
|
Air kaldu
jernih
|
Agak
keruh
|
Agak keruh, banyak endapan lemak
|
Keruh,
terdapat larva, endapan lemak semakin banyak
|
2
|
Air kaldu
jernih
|
Agak
keruh
|
Agak keruh
|
Agak
keruh
|
||
B
|
Tabung tanpa
sterilisasi dan ditutup dengan plastisin
|
1
|
Air kaldu
jernih
|
Agak
keruh
|
Agak keruh, ada endapan lemak
|
Sangat
keruh, banyak endapan lemak, ada larva
|
2
|
Air kaldu
jernih
|
Tetap
jernih
|
Tetap jernih
|
Tetap jernih
|
||
C
|
Tabung
dengan sterilisasi dan dibiarkan terbuka
|
3
|
Air kaldu jernih
|
Tetap
jernih
|
Tetap jernih
|
Agak keruh
|
D
|
Tabung
dengan sterilisasi dan ditutup dengan plastisin
|
4
|
Air kaldu
jernih
|
Tetap
jernih
|
Tetap jernih
|
Tetap jernih
|
1.
Percobaan
Lazzaro Spallanzani I (Menggunakan tabung yang tidak disterilisasi dan dibiarkan terbuka)
Ø Tabung I
Dari data yang kami peroleh, didapat bahwa tabung
pertama, pada hari ke-3 mulai keruh, pada hari ke-5 sudah ada banyak endapan
lemak dan hari ke-7 bahkan muncul larva. Kekeruhan warna kaldu ini disebabkan
oleh adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam kaldu melalui udara terbuka.
Karena tabung tidak diberi penutup, maka dengan bebasnya mikroorganisme atau
bakteri tersebut bisa masuk ke dalam tabung. Kemudian, adanya larva pada tabung
tersebut, mungkin, terjadi karena ada lalat yang masuk ke tabung
tersebut akibat baunya yang busuk mengundang lalat itu.
Akhirnya lalat itu bertelur di kaldu tersebut.
Ø Tabung II
Pada tabung kedua yang berubah hanya warnanya , hal ini
karena faktor lingkungan atau banyaknya mikroorganisme yang masuk ke dalam
tabung kedua tidak sebanyak mikroorganisme yang masuk ke dalam tabung pertama
dan tabung kedua ini tidak dihinggapi lalat.
2.
Percobaan Lazzaro Spallanzani II (Menggunakan tabung yang tidak disterilisasi tapi ditutup
oleh plastisin)
Ø Tabung I
Pada tabung pertama percobaan kedua, ternyata mirip
dengan tabung I pada percobaan I. Karena tabung sudah ditutup plastisin, jadi
mikroorganisme tidak dapat masuk ke dalam tabung. Akan tetapi, karena tabung
tidak di sterilkan terlebih dahulu, bisa saja mikroorganisme banyak menempel di
dalm tabung atau di palstisin tadi. Akhirnya mikrooganisme membuat keruh kaldu
karena berkembang baik di dalamnya.
Ø Tabung II
Tabung kedua ini berbeda sekali dengan tabung pertama.
Kami mendapatkan hasil bahwa air kaldu pada tabung kedua ini tetap jernih
sampai hari ke-7. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
mikroorganisme penyebab pembusukan di dalam tabung ke II ini.
3.
Percobaan Lazzaro Spallanzani III (Menggunakan tabung dengan sterilisasi dan dibiarkan terbuka)
Dari data yang kami peroleh, ternyata selama lima hari
berturut-turut air tetap jernih walaupun dibuka atau tidak diberi penutup. Hal
ini dikarenakan sebelumnya, tabung reaksi sudah disterilkan terlebih dahulu
dengan pemanasan pada suhu 70ᵒ C. Akibatnya, mikroorganisme pada tabung reaksi
mati karena pemanasan tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan tabung ini
tetap tercemar oleh bakteri dari luar karena tabung ini tidak diberi penutup.
Hal ini dibuktikan dari pengamatan pada hari ketujuh, air kaldu menjadi keruh.
4.
Percobaan Lazzaro Spallanzani IV (Menggunakan tabung dengan sterilisasi dan ditutup dengan
plastisin)
Dengan sterilisasi melalui pemanasan tabung reaksi pada
suhu 70ᵒ C dan ditutup dengan plastisin, air kaldu yang ada pada tabung ini tetap
jernih bahkan sampai hari ketujuh. Ini menunjukkan bahwa dengan ditutupnya
tabung reaksi, bakteri-bakteri yang ada di luar atau di udara tidak dapat masuk
ke dalam tabung. Maka dari itu, dapat disimpulkan, bakteri atau organisme yang
ada dalam kaldu bukan berasal dari kaldu tapi bakteri itu sudah ada di udara.
4.3 Percobaan
Louis Pasteur
Rakitan
ke-
|
Perlakuan
|
Klp.
|
Pengamatan
hari ke-
|
|||
1
|
3
|
5
|
7
|
|||
E
|
Tabung dengan sterilisasi dan diberi pipa lurus
|
5
|
Air kaldu jernih
|
Tetap
jernih
|
Agak keruh, ada sedikit endapan
lemak, ada larva
|
Sangat
keruh dan banyak larva
|
6
|
Air kaldu jernih
|
agak
keruh
|
Agak
keruh dan banyak larva
|
Sangat
keruh dan banyak larva
|
||
F
|
Tabung
dengan sterilisasi dan diberi pipa U
|
5
|
Air
kaldu jernih
|
Tetap
jernih
|
Agak
keruh, ada larva berukuran kecil
|
Agak
keruh, larva bertambah besar
|
6
|
Air
kaldu jernih
|
Tetap
jernih
|
Agak
keruh, ada sedikit larva
|
Sangat
keruh dan banyak larva
|
||
G
|
Tabung
dengan sterilisasi dan ditambah pipa S(leher angsa)
|
7
|
Air
kaldu jernih
|
Agak
keruh
|
Keruh,
larva semakin banyak
|
Keruh,
ada banyak larva dan pupa yang terperangkap pada pipa
|
G
|
8
|
Air
kaldu jernih
|
Agak
keruh, ada larva
|
Keruh,
ukuran larva semakin besar
|
Keruh,
ukuran larva tetap
|
1. Percobaan Louis Pasteur I (Menggunakan tabung dengan
sterilisasi dan diberi pipa lurus)
Ø Tabung I
Pada
hari pertama air kaldu pada tabung satu masih dalam keadaan jernih hingga hari
ketiga, kemudian pada hari kelima keadaan air kaldu pada tabung yang di beri
pipa lurus mulai berubah menjadi Agak
keruh, dan
terdapat sedikit endapan
lemak, serta muncul larva. Hal ini mungkin
disebabkan karena mikroorganisme yang terbawa oleh udara masuk ke dalam tabung
dengan cepat karena pada pipa lurus tidak ada penghambat yang memungkinkan
mikroorganisme tersebut terperangkap di dalam pipa, sehingga mikroorganisme
tersebut memiliki kontak langsung dengan air kaldu. Karena itu air kaldu cepat
keruh. Dan pada hari ketujuh air kaldu pada tabung menjadi sangat keruh. Hal
ini dikarenakan mikroorganisme yang masuk ke tabung semakin banyak.
Ø Tabung II
Pada
hari pertama air kaldu pada tabung dua sama dengan keadaan tabung satu yaitu
masih dalam keadaan jernih, dan pada hari ketiga air kaldu pada tabung dua
mulai tampak perubahan menjadi agak keruh. Kemudian kondisi tabung dua pada
hari kelima sama dengan kondisi tabung satu yaitu tetap berwarna agak keruh
namun mulai muncul larva dan terdapat sedikit lemak. Kemudian pada hari ketujuh
kondisi tabung dua sama dengan kondisi tabung satu yaitu jumlah larva menjadi
semakin banyak.
2. Percobaan Louis Pasteur II (Menggunakan Tabung
dengan sterilisasi dan diberi pipa U)
Ø Tabung I
Pada
hari pertama air kaldu pada tabung satu yang diberi pipa U kondisinya masih
dalam keadaan jernih. Kemudian pada hari ketiga kondisi air kaldu tetap jernih.
Dan pada hari kelima air kaldu menjadi agak keruh, muncul larva yang berukuran
kecil. Hal ini dikarenakan mungkin ada lalat yang hinggap dan meninggalkan
telurnya dalam tabung, sehingga mungkin dalam beberapa hari telur lalat
tersebut berubah menjadi larva yang berukuran kecil. Kemudian pada hari ketujuh
air kaldu tetap dalam keadaan agak keruh namun larva yang ada dalam tabung
menjadi semakin banyak dan ukurannya semakin besar.
Ø Tabung II
Pada
tabung dua di hari pertama air kaldu sama dengan tabung satu yaitu tetap dalam
kondisi masih jernih, dan pada hari ketiga air kaldu berubah menjadi agak
keruh. Dan pada hari kelima pada air kaldu terdapat endapan lemak dan muncul
larva. Kemudian pada hari ketujuh pada tabung dua air kaldu semakin keruh dan
larva menjadi semakin banyak.
3. Percobaan Louis Pasteur III {Menggunakan Tabung dengan
sterilisasi dan diberi pipa S (leher angsa)}
Ø Tabung I
Pada
tabung satu air kaldu tetap jernih, hingga hari ketiga air kaldu ini mulai
mengalami perubahan menjadi agak keruh dan adanya endapan lemak. Kekeruhan ini
disebabkan oleh mikroorganisme yang sudah ada dalam udara masuk ke tabung dan lemak. Lemak ini mungkin muncul dari
daging yang masih mengandung lemak yang digunakan untuk membuat air kaldu. Dan
lemak mengendap di permukaan karena massa jenis air lebih besar daripada massa
jenis lemak. Kemudian pada hari kelima mulai muncul larva dan pada hari ketujuh
beberapa dari larva tersebut telah berubah menjadih pupa yang terperangkap pada
pipa leher angsa.
Ø Tabung II
Pada
tabung kedua keadaan air kaldu masih jernih. Kemudian mulai mengalami perubahan
pada hari ketiga menjadi lebih keruh dan juga terdapat endapan lemak serta
muncul larva. Perubahan pada hari kelima dan ketujuh muncul larva dan ukuran
larva semakin besar.
Pada
tabung satu dan dua yang menggunakan pipa S (leher angsa) seharusnya laju
kekeruhan air lebih lambat dibandingkan dengan percobaan yang menggunakan pipa
U dan pipa lurus. Namun pada percobaan kali ini mendapatkan hasil yang tidak
sesuai. Hal ini mungkin dikarenakan karena beberapa faktor, bisa saja karena
faktor kesterilan alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan, atau karena
faktor-faktor lain seperti mikroorganisme yang mungkin dari awal sudah ada pada air kaldu sebelum dimasukkan
ke tabung.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Air kaldu mengalami perubahan baik warna maupun baunya
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari udara kemudian
terkontaminasi dengan cairan kaldu, dimana mikroorganisme tersebut diduga ada
dan tersebar di udara sehingga percobaan yang telah dilakukan dapat memperkuat
dan membuktikan teori biogenesis yaitu makhlik hidup berasal dari makhluk hidup
sebelumnya yang dikemukakan oleh ilmuan yang bernama Lazarro Spallanzani.
b.
Daging mengalami perubahan struktur dan
bau yang disebabkan oleh mikroorganisme di udara yang berkontamninasi dengan
daging serta timbulnya belatung merupakan telur lalat yang menetas. Dapat
disimpulkan bahwa makhluk hidup berasal karena ada makhluk hidup lain.
5.2
Saran
a. Saran untuk praktikan yaitu praktikan mesti
berhati-hati menggunakan alat laboratorium yang mudah pecah atau mudah
terbakar. Sehingga kesalahan dalam praktikum bisa terhindarkan.
b. Lakukanlah percobaan ini dengan teliti dan steril
agar hasil yang diperoleh nanti sesuai dengan yang didinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment